Selasa, 05 April 2011

Cara Bijak Makan Seafood


Bila tak bijak mulai sekarang, menurut WWF, pada 2050 mendatang, kita akan makan plankton.

Ikan (mydoubts.net)

Sashimi, sushi, kerapu bakar, tuna asam manis dan sop kepala kakap merah, semuanya makanan menggiurkan selera. Banyak orang di berbagai belahan dunia menggemarinya, mungkin termasuk Anda dan keluarga.

Tetapi tahukah Anda, bila kita semua tidak bijaksana dalam mengonsumsi makanan yang berasal dari laut ini, berarti kita ikut terlibat mempercepat kepunahan ikan laut.

Bahkan, para ilmuwan kelautan telah memprediksi kita semua akan mengonsumsi plankton pada 2050 mendatang, bila mulai hari ini tidak bijaksana memilih seafood. Plankton adalah pakan alami ikan laut.

“Ikan makin hari semakin seperti emas. Nelayan semakin susah mencarinya,” kata Imam Mustofa, Koordinator WWF-Indonesia National Fisheries Program, pada seminar bertajuk 'Choose Your Food Right' di @america Pacific Place, Jakarta.

Seperti Anda ketahui, ikan sangat baik bagi kesehatan manusia karena merupakan sumber protein, lemak, vitamin B6, B12, Biotin, dan Niacin, serta kaya akan mineral yang dapat meningkatkan kecerdasan otak.

Karena itu, tidak heran bila penggila sushi atau seafood makin hari makin meningkat, apalagi di Indonesia yang memiliki laut yang luasnya lebih kurang 5,6 juta kilometer persegi dengan potensi sumber daya alam yang melimpah.

Namun lucunya, makin hari para nelayan mencari ikan di tempat yang lebih jauh dari garis pantai. Bahkan, nelayan-nelayan dari North Sea mulai mencari ikan di perairan coral triangle, yaitu Indonesia, Malaysia, Filiphina, Timor Leste, dan Papua New Guinea.

Permintaan yang tinggi dari masyarakat akan seafood menyebabkan perusahaan perikanan mendistribusikan ikan dari hasil tangkapan nelayan lebih banyak. Nelayan pun demi keuntungan yang lebih besar mencoba menjaring ikan dalam jumlah yang lebih banyak pula tanpa menghiraukan standar ukuran ikan yang dapat dipanen.

Sedangkan kondisi perikanan di Indonesia sendiri cukup mengkhawatirkan. Ukuran yang biasa ditangkap saat ini jauh lebih kecil dari ukuran standar penangkapan. Ikan tuna misalnya, standar penangkapannya adalah 600 gram, tetapi yang sering Anda temui pasti lebih kecil dari itu.

Solusi
Cobalah untuk bijak dalam memilih seafood yang akan Anda makan. WWF telah mengeluarkan 'Seafood Guide' berisi daftar jenis-jenis ikan yang dapat Anda hindari, kurangi, dan Anda makan.

Penyu dan telurnya, ketam kelapa, lobster atau udang karang, hiu, tuna sirip biru dan kuning, serta kerapu harus Anda dihindari karena populasinya sedikit sekali.

Sedangkan kepiting, kakap, udang, pari, dan gurita sebaiknya yang Anda kurangi. Begitu pula dengan telur ikan karena dengan memakan telur ikan, berarti Anda telah memusnahkan bibit ikan.

Lalu, apa yang dapat Anda makan sepuasnya; teri, tongkol, bandeng, bawal, sarden, tenggiri, cumi-cumi, dan ubur-ubur.

Kaget? Tenang saja! 'Seafood Guide' yang dibuat WWF bukanlah harga mati. Anda masih dapat makan tuna, kakap, udang asalkan betul-betul memperhatikan ukurannya. Pilihlah seafood yang ukurannya besar, karena yang berukuran kecil masih merupakan bayi.

Dengan mengikuti cara ini, maka Anda akan berhasil memaksa nelayan dan perusahaan perikanan untuk lebih bertanggung jawab. Dan Anda tidak perlu takut akan memberi makan anak dan cucu, plankton di kemudian hari.