Ilmuwan kognitif menemukan orangtua yang tersandung bicaranya atau ragu-ragu yang istilah teknisnya disebut disfluencies justru membantu balita mereka untuk belajar bahasa yang lebih efisien.
Penelitian ini dilakukan oleh Katherine White dan Richard Aslin dari University of Rochester. Hasil penelitiannya ini telah dipublikasikan secara online di jurnal Developmental Science pada 14 April 2011.
Ketika orangtua sedang mencari kata-kata yang tepat dengan bilang 'Um' atau 'Uh', saat itu menurut peneliti orangtua sudah mengirimkan sinyal ke anak akan adanya kata baru. Sehingga saat orangtua sedang kebingungan berkata 'Um' atau 'Uh' justru balita lebih serius memperhatikannya.
Jeda waktu dengan berkata 'Um' atau 'Uh' membuat balita penasaran akan adanya kata baru yang akan diucapkan orangtua. Proses belajar seperti ini lebih mudah memancing anak untuk memperhatikan bakal adanya kata baru, ketimbang si anak menunggu saja kata-kata baru yang diucapkan orang dewasa yang ternyata bagi balita itu tugas yang jauh lebih berat.
"Ketika lebih banyak menerka sebuah pembicaraan dapat membuat apa yang akan dikomunikasikannya dan didengar menjadi lebih mudah dipahami," kata Profesor Richard Aslin seperti dilansir dari Sciencedaily, Minggu (17/4/2011).
Untuk penelitian tersebut, peneliti mempelajari tiga kelompok balita usia 18-30 bulan. Setiap anak di pangku orangtuanya duduk di depan monitor yang dilengkapi dengan perangkat pendeteksi mata.
Percobaan satu dengan dua gambar dimunculkan di layar, satu gambar yang sudah akrab dengan anak-anak seperti bola atau buku dan satu lagi gambar yang dibuat dengan nama-nama seperti DAX atau Gorp. Percobaan lain dengan sebuah rekaman suara yang berbicara tentang benda-benda dengan kalimat sederhana. Ketika rekaman suara tersebut berkata "Lihatlah... Uh..", balita ternyata akan lebih memperhatikan gambar-gambar yang dibuat sesering mungkin atau hampir 70 persen untuk memperhatikannya.
Tapi dalam penelitian tersebut balita yang merespons kata 'Um' atau 'Uh' lebih intens adalah balita yang berusia lebih dari 2 tahun (lebih dari 24 bulan). Sedangkan balita di bawah usia 2 tahun belum kelihatan adanya efek dari disfluencies (kata-kata jeda).
Anak-anak usia 2-3 tahun biasanya berada pada tahap perkembangan yang pesat di mana mereka bisa membentuk kalimat sederhana dari dua hingga empat kata panjang. Dan mereka biasanya sudah memiliki beberapa ratus kata.
Meski begitu peneliti tidak menyarankan orangtua untuk selalu menambah disfluencies (kata-kata jeda) karena jika terus-terusan dilakukan gaya tersebut bisa ditiru anak. Tetapi sesekali bisa dilakukan untuk memancing anak penasaran dengan kata baru. Jadi ketika orangtua sekali-sekali berkata 'Um' atau 'Uh', anak sudah tahu itu petunjuk belajar untuk kata baru.