foto: Thinkstock
Banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan aksi obat, antara lain ukuran partikel dan kondisi individual si pasien. Namun di antara berbagai faktor tersebut, jenis sediaan obat dan cara pemberian paling menentukan seberapa cepat obat bisa memberikan efek pada pasien.
Dari berbagai sumber lembaga obat dan konsumen yang dilansir detikHealth, Senin (18/4/2011) dari sumber-sumber seperti www.doitnow.org, www.docstoc.com, FDA dan Mayoclinic ada kecepatan yang berbeda reaksi obat yang masuk ke dalam tubuh.
Jenis-jenis obat yang memberikan efek paling cepat berdasarkan cara pemberiannya adalah:
1. Inhalasi (7-10 detik)
Obat hirup atau inhalasi yang dihirup maupun disemprotkan langsung ke hidung memberikan efek paling cepat dibandingkan jenis obat yang lain. Partikel obat yang terhirup akan masuk ke paru-paru dan langsung dibawa ke otak oleh pembuluh darah yang ada di sana.
Dengan mekanisme yang sama, racun nikotin dalam rokok disebut-sebut hanya butuh 7 detik untuk memicu kerusakan di otak. Meski sama-sama tidak sehat, permen nikotin lebih lambat memicu kerusakan dibandingkan rokok biasa yang dihirup asapnya.
Jenis obat inhalasi memang lebih diperuntukkan bagi pasien yang membutuhkan efek cepat misalnya pada serangan asma. Meski beberapa sumber menyebut efeknya muncul antara 7-10 detik, kecepatannya juga dipengaruhi faktor lain termasuk ukuran partikel dan kondisi individual si pasien.
2. Injeksi (15 detik - 5 menit)
Obat suntik atau injeksi termasuk jenis obat yang memberikan efek paling cepat, sehingga banyak dipilih dalam kondisi gawat darurat. Dibandingkan obat yang ditelan, obat suntik lebih cepat mencapai pembuluh darah sehingga cepat didistribusikan keseluruh tubuh.
Kecepatan obat suntik dalam memberikan efek berbeda-beda tergantung jenis injeksi atau penyuntikan. Injeksi intravena memberikan efek paling cepat karena langsung disuntikkan ke pembuluh darah, sementara injeksi subkutan (di bawah kulit) dan intramuskular (di jaringan otot) efeknya lebih lambat.
Pemberian obat suntik hanya bisa dilakukan oleh tenaga medis, kecuali pada kondisi tertentu misalnya pasien diabetes tipe-1 yang sewaktu-waktu harus menyuntikkan insulin sendiri. Jenis obat suntik lain seperti pereda nyeri, antibiotik dan vitamin tidak boleh disuntikkan sendiri.
3. Obat topikal (5 menit - 30 menit)
Obat-obat topikal yang diberikan melalui permukaan tubuh seperti salep, koyok, tablet vagina dan supositoria merupakan jenis obat yang memberikan efek dengan kecepatan sanagt bervariasi. Tidak secepat injeksi dan inhalasi, namun sebagian ada yang lebih cepat dibandingkan obat telan.
Efek yang cepat umumnya bersifat lokal, hanya di sekitar lokasi pemberian misalnya salep nyeri otot yang isinya anestesi lokal. Sementara obat topikal yang efeknya sistemik misalnya plester nikotin didesain untuk bekerja lebih lambat dengan durasi lebih lama, untuk mengatasi kecanduan rokok.
Lokasi pemberian juga mempengaruhi kecepatan aksi obat. Untuk obat yang bersifat sistemik, pemberian di permukaan kulit luar memberikan efek lebih lambat dibandingkan dengan supositoria atau tablet vagina yang diserap melalui anus serta dinding vagina.
4. Obat oral (5 menit - 1 jam)
Obat-obat yang diberikan lewat mulut seperti tablet, kapsul dan sirup memberikan efek relatif lebih lambat dibandingkan injeksi dan inhalasi. Karena lambat, obat oral jauh lebih aman karena jika terjadi kesalahan masih ada kesempatan untuk memuntahkannya kembali.
Kecepatan aksinya dipengaruhi banyak faktor, terutama bentuk sediaan. Sirup paling cepat karena tidak butuh waktu untuk disolusi atau memecah partikel, sedangkan yang paling lama adalah tablet salut selaput (film coated) yang didesain agar tidak pecah di lambung.
Tablet hisap (sublingual) sebenarnya memberikan efek paling cepat, namun secara teknis tidak bisa dibandingkan dengan obat-obat oral lainnya. Penyerapan zat aktif pada tablet hisap tidak terjadi di saluran pencernaan melainkan di bawah lidah dan rongga mulut.