Proses bekam (detikHealth)
Bekam dibedakan menjadi bekam kering dan bekam basah. Bekam kering hanya berupa penyedotan untuk mengatasi keluhan ringan seperti masuk angin, bisa dilakukan oleh siapa saja.
Pada bekam basah, darah kotor dikeluarkan dari pembuluh arteri. Karena ada bagian yang disayat, maka harus dilakukan oleh orang yang terlatih.
"Banyak orang takut dibekam karena takut disayat. Padahal tidak sakit, karena hanya goresan tipis. Alat yang digunakan juga steril," ungkap Djohan Gozali Muda, terapis di klinik Sanjiwani Prima, Jl Ciasem No 12 Cikini.
Langkah pertama adalah membersihkan permukaan kulit dengan desinfektan. Selanjutnya dilakukan penyedotan menggunakan kop (cantuk) yang ukurannya sesuai dengan tempat penyedotan. Kop dibiarkan menempel hingga 3 menit.
Berikutnya kop dilepas, lalu kulit disayat dengan pisau steril. Sayatan harus sangat tipis, hanya di permukaan epidermis dan seharusnya tidak sampai mengeluarkan darah. Darah baru keluar ketika sayatan tersebut disedot lagi, dan dibiarkan 3-5 menit.
Saat disedot, adakalanya darah tidak mau keluar dari bekas sayatan. Menurut Pak Djohan, ini biasanya dipicu oleh tebalnya lapisan kolesterol yang ada di pembulu darah.
Untuk tujuan penyembuhan, Pak Djohan menganjurkan bekam dilakukan sedikitnya 1 bulan sekali. Sedangkan untuk menjaga kebugaran, 3 bulan sekali sudah bagus hanya untuk 1 titik.
Yang boleh dan tidak boleh
Tidak semua orang bisa diterapi dengan bekam. Anak di bawah usia 5 tahun dan orang jompo termasuk mereka yang tidak boleh dibekam.
Bekam juga tidak boleh dilakukan pada pasien dengan kondisi perut kenyang. Minimal ada jeda kurang lebih 3 jam sejak terakhir makan.
Karena sudah dikenal sejak zaman nabi, tuntunan bekam atau hijamah juga banyak terdapat di berbagai hadis. Di antaranya menyangkut pantangan dan pilihan waktu yang dianjurkan.
Misalnya, bekam tidak boleh dilakukan pada hari Rabu. Hari baik untuk bekam adalah Senin, Selasa dan Kamis. Memilih waktu di pagi hari dan pertengahan bulan (hijriah) juga lebih dianjurkan.
Sudah banyak pasien yang kembali bugar tubuhnya setelah dibekam. Meski bekam banyak diklaim bisa menyembuhkan berbagai penyakit, namun Pak Djohan lebih menyukai jika bekam dikatakan upaya untuk membantu tubuh kembali fit.
Dicontohkannya, suatu hari ada pasien berkebangsaan Jepang yang datang dengan keluhan tangan tak bisa digerakkan. Dikiranya salah urat, lalu kemudian diterapi dengan miodonsi ((pembenahan otot, semacam pijat urut) tapi tetap tidak sembuh. Dengan akupuntur juga tidak disembuh.
Setelah ditanya pola makannya, pasien mengaku banyak konsumsi makanan berlemak. Pak Djohan berpikir itu harus dibekam. "Ternyata benar baru 3 titik darah yang dibekam, darah yang keluar hitam dam sangat pekat dan si pasien sudah merasa bugar," katanya.
Soal bekam, ketrampilan Pak Djohan tak perlu diragukan. Detikhealth sempat menjajal sendiri kemampuan pria berusia 60 tahun itu di tempat praktiknya di Cikini.
Begitu bekam bukan satu-satunya metode terapi yang dikuasai pria asal Medan tersebut. Sejak duduk di kelas 3 SMA, ia sudah melakukan praktik miodonsi (pembenahan otot, semacam pijat urut) yang diajarkan oleh orang tuanya.
Berikutnya pada tahun 2000 ia belajar akupuntur dari seseorang asal Korea. Bekam sendiri baru ia dalami sejak tahun 2008, dari seorang master yakni Ustadz Kathur Suhardi di Jatinegara.
Bila berminat untuk menjalani terapi bekam, Pak Djohan menyarankan agar membuat janji dulu sebab tidak setiap hari ia brada di tempat praktik.
Sumber : Detikhealth.