(Foto:thinkstock)
Studi terbaru yang dilaporkan dalam Archieves of Surgery ini melibatkan 66 ahli bedah Jepang yang sedang berpraktek di Kitakyushu, yaitu sebuah kota dibagian barat daya Jepang.
Para ahli bedah ini diminta untuk mengisi kuesioner yang telah dikembangkan oleh NASA untuk mengukur kondisi mentalnya satu sama lain yang disebut dengan Stress Arousal Checklist yang akan mengukur stres secara langsung, sedangkan tes urin dilakukan untuk mencari senyawa biopryn yang menjadi biomarker oksidatif dari stres.
Dalam survei ini diketahui bahwa tingkat stres yang didapatkan dokter bedah lebih tinggi dari pasien, terutama jika operasi yang dilakukan lebih dari 3 jam atau jika operasi yang dilakukan membuat pasien kehilangan banyak darah, seperti dikutip dari Latimes, Sabtu (9/4/2011).
Skor yang didapatkan terkait dengan durasi operasi dan jumlah darah yang hilang selama prosedur. Didapatkan tingkat biopryn dalam darah secara signifikan meningkat ketika operasi melewati 3 jam dan pasien kehilangan darah setidaknya 200 gram darah.
Pada penelitian ini juga diidentifikasi beberapa hal yang bisa memicu stres tapi tidak menjadi masalah besar bagi orang yang terbiasa memegang pisau bedah, seperti melakukan banyak operasi dalam waktu satu hari, bertindak sebagai ahli bedah utama serta melakukan operasi konvensional.
Penelitian lainnya yang dipublikasikan di jurnal Archives of Surgery edisi Januari 2011 mengungkap fakta yang cukup mengejutkan. Dari 7.905 dokter bedah di Amerika yang disurvei, 6,3 persen di antaranya pernah berkeinginan untuk melakukan bunuh diri dalam setahun terakhir akibat depresi yang dialaminya.