(Foto: dailymail)
Studi ini semakin memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang telah menunjukkan bahwa pendidikan tinggi bisa membantu memberikan perlindungan atau melawan gejala dari stadium akhir suatu penyakit pada orang tersebut.
Dalam melakukan studi ini, peneliti dari University of Gothenburg menganalisa cairan di tulang belakang pasien untuk memeriksa apakah ada tanda-tanda demensia di dalam otaknya.
"Kami ingin menyelidiki bagaimana pendidikan bisa memiliki dampak terhadap suatu penyakit atau tahap awal dari demensia. Berdasarkan penelitian ini didapatkan pasien dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mampu mentolerir lebih banyak penyakit di otak serta mencegah timbulnya demensia," ujar Dr Sindre Rolstad, seorang psikolog Swedia, seperti dikutip dari Dailymail, Kamis (3/6/2010).
Dalam studi ini juga ditemukan pasien berpendidikan tinggi yang tidak punya risiko demensia menunjukkan tanda-tanda fungsi saraf yang lebih baik di dalam otaknya, dibandingkan dengan orang yang berpendidikan lebih rendah.
"Temuan ini berarti bahwa pendidikan tinggi tidak hanya mampu mentolerir lebih banyak penyakit di otak, tapi juga mampu menopang sedikit kerusakan saraf yang terjadi selama tahap awal dari penyakit ini," ungkap Dr Rostland.
Hasil ini mengindikasikan bahwa pendidikan tinggi bisa menunda gejala demensia dan perkembangan penyakit lainnya.
Penyakit demensia atau dikenal dengan pikun adalah kondisi yang menunjukkan adanya kemunduran progresif dari proses memori dan intelektual otak. Kondisi ini biasanya ditandai dengan gejala mudah lupa sehingga bisa mengganggu aktivitas sehari-hari.