Senin, 11 April 2011

Hobi Naik Sepeda Gunung Berisiko Cedera Tulang Belakang

img
Ilustrasi (Foto: meandmybicycle)
Kanada, Kecepatan tinggi, medan lintasan vertikal yang ekstrim dan panjang mungkin membuat olahraga sepeda gunung alias mountain bikers lebih berisiko ketimbang sepak bola, menyelam atau pemandu sorak. Penunggang sepeda gunung lebih berisiko mengalami gangguan tulang belakang.

Temuan ini memperingatkan bahwa menggunakan kendaraan roda dua pada jalur yang berbahaya sangat berisiko pada tulang belakang. Satu dari enam kasus dianggap cukup serius untuk menyebabkan kelumpuhan yang parah.

"Orang perlu mengetahui bahwa kegiatan bersepeda gunung yang mereka pilih memiliki risiko yang unik dan spesifik," ujar Dr Marcel Dvorak, dari University of British Columbia di Kanada, seperti dilansir dari Health24, Selasa (8/6/2010).

Penelitian sebelumnya telah menjelaskan tentang berbagai luka yang diderita oleh penunggang sepeda gunung. Tapi tak seorang pun pernah mengevaluasi risiko spesifik dari cedera tulang belakang pada pesepeda gunung.

Pasien rata-rata berusia 33 tahun, dan dari semuanya hanya 2 pengendara yang melakukannya untuk tujuan rekreasi. Temuan ini telah dilaporkan dalam American Journal of Sports Medicine.

Tim peneliti tidak dapat menghitung risiko cedera pada tulang belakang pada pesepeda gunung. Tetapi peneliti menduga bahwa selama masa penelitian 13 tahun, angka tahunan menunjukkan 1 dari 500.000 kejadian di British Columbia. Sebesar 4 persen dari pasien mengalami cedera tulang belakang.

Dua pertiga pesepeda gunung memerlukan pembedahan. Bahkan 40 persen mengalami cedera yang paling buruk, yaitu cedera sumsum tulang belakang. Dan dari jumlah tersebut, lebih dari 40 persennya mengalami kelumpuhan total.

"Patah pergelangan tangan dan wajah adalah yang paling umum. Tapi cedera tulang belakang lebih berat, dengan konsekuensi jangka panjang yang lebih dalam," tambah Dvorak.

Menurutnya, sebagian besar pesepeda mengalami luka-luka akibat kehilangan kendali terhadap setang sepeda atau jatuh dari ketinggian yeng terjal. Dari kedua kasus, sering mengakibatkan dampak serius di bagian kepala yang memicu trauma di leher dan tulang belakang.

Yang mengejutkan, peneliti tidak menemukan hubungan antara mengenakan helm dan beratnya cedera yang dialami bikers. "Helm dapat mencegah cedera pada kepala, tetapi tidak dapat melindungi leher Anda," tegas Dvorak.

Terlebih lagi, olahraga unik ini dilakukan di medan yang benar-benar sulit dijangkau oleh tenaga medis, seperti di hutan atau daerah pegunungan terpencil.

Akibatnya bila terjadi kecelakaan, ambulans atau bahkan helikopter akan sulit mengakses daerah tersebut sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menolong bikers tersebut.