Kamis, 12 Januari 2012

Demam Tak Selalu Butuh Antibiotik

Pengetahuan masyarakat tentang infeksi masih sangat terbatas. Sebagian masyarakat masih beranggapan, apabila tubuh demam itu pasti karena adanya infeksi dan membutuhkan antibiotika. Padahal sebenarnya tidak selalu demikian, karena demam merupakan salah satu gejala dan merupakan reaksi tubuh biasa.

Menurut farmakolog dari Universitas Indonesia dr. Zunilda S. Butami, MS, Sp.FK, tubuh memiliki kemampuan untuk bereaksi terhadap adanya gangguan. Reaksinya bisa sangat beragam, dan tidak serta merta menunjukan adanya suatu infeksi.

Dalam literatur medis disebutkan bahwa selain infeksi, tubuh juga dapat mengalami peradangan atau inflamasi sebagai reaksi terhadap alergen (zat asing), iritasi fisik maupun kimia, luka dan dan juga infeksi.

Infeksi merupakan istilah yang digunakan ketika masuknya mikroorganisme seperti virus, bakteri dan jamur ke dalam tubuh.

Infeksi tidak sama dengan inflamasi. Saat terjadi infeksi pasti timbul peradangan, tetapi kalau peradangan belum tentu akibat infeksi.

Salah satu cara untuk memastikannya adalah observasi yang dilakukan oleh dokter. Dokter biasanya akan memberikan obat anti radang untuk inflamasi, sedangkan infeksi diobati dengan antibiotika (untuk bakteri). Pada kasus anak batuk pilek misalnya, mungkin hanya terjadi peradangan di daerah tenggorokan akibat iritasi, jadi tak setiap radang membutuhkan antibiotik.

Menurut Zunilda, sebagian besar masalah kesehatan yang ada di masyarakat sebenarnya dapat diatasi sendiri. Namun begitu, masyarakat juga perlu untuk dicerdaskan melalui edukasi yang tepat.

"Pengetahuan pasien dan masyarakat pada penyakit yang paling sering seperti misalnya diare dan demam, bisa berhenti sendiri tanpa harus pakai antibiotik. Flu, sudah jelas virus, nggak perlu antibiotik. Flu tujuh hari juga nggak apa-apa, tidak usah pakai antibiotik," kata Zunilda, saat ditemui dalam seminar dan diskusi panel 'Resistensi Mikroba: Mengapa dan Apa yang Harus Kita Lakukan?' di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) belum lama ini.

Penggunaan antibiotik secara tidak rasional di masyarakat, lanjutnya, hanya akan menimbulkan resistensi kuman. Apabila hal ini tidak ditangani secara cepat dan tepat, maka dapat berakibat buruk dan menimbulkan beban yang lebih besar.

Zunilda menambahkan, banyak dokter yang tidak yakin terhadap hasil diagnosisnya sendiri. Seperti misalnya, dalam kasus demam berdarah di mana pasien biasanya akan mengalami kekurangan cairan, dan yang dibutuhkan adalah infus, bukan antibiotik.

"Apakah diperlukan antibiotik? Ada infeksi kuman di mana? Saya menduga dia (dokter) tidak yakin dengan diagnosisnya. Dia tidak banyak membaca. Kalau dia banyak membaca, dia tahu bahwa sebagian besar anak dan dewasa demam 2-3 hari itu infeksi virus," tutupnya.