Seseorang dikatakan berusia lanjut ketika sudah masuk usia 60 tahun ke atas dan merupakan salah satu fase yang harus dilalui oleh seseorang. Saat memasuki fase ini terjadi penurunan sistem tubuh dan juga fungsi kognitifnya.
"Orang tua yang makin cerewet dan keras kepala kadang membuat bingung, mau dilawan tapi itu orangtua sendiri, kalau tidak dilawan bikin sakit hati. Untuk mengatasinya anggota keluarga sebaiknya yang lebih mengalah dan berusaha beradaptasi dengan kondisi orang tua tersebut," ujar Dr Petrin Redayani LS, SpKJ dalam diskusi klinik KBR68H, di RSCM Jakarta, Selasa (11/1/2011).
Dr Petrin menuturkan lansia merupakan salah satu fase yang krisis, karena pada saat itu terjadi perubahan fisik (otot melemah dan lambat berpikir), perubahan emosional yang terkadang menjadi lebih sensitif, serta menjadi kurang aktif (tadinya bekerja sekarang sudah pensiun).
"Sedangkan penurunan fungsi kognitif seperti pikun bisa dilatih atau dicegah dengan cara tetap aktif, sering bersosialisasi, berkomunikasi, tidak membatasi kegiatan dan membiarkannya melakukan hal-hal yang dia senangi. Bagi lansia yang namanya teman adalah sesuatu yang sangat penting," ungkap dokter dari divisi geriatri departemen psikiatri FKUI-RSCM.
dr Arya Govinda Rooesheroe, SpPD, FINASIM dari divisi geriatri departemen penyakit dalam FKUI-RSCM menuturkan masalah lain yang dihadapi seiring bertambahnya usia adalah otot menjadi mudah kaku, sering bermasalah dengan tulang (keropos atau pengapuran) dan rentan terhadap berbagai penyakit.
"Dampaknya adalah menerima berbagai pengobatan atau terapi. Tapi harus hati-hati karena fungsi ginjal lansia sudah tidak optimal, kalau terlalu banyak obat atau berlebihan bisa menjadi tidak tepat guna atau meracuni," ujar dr Arya.
Sementara itu menurut dr Wanarani Aries, SpRM terapi pengobatan untuk lansia didasarkan pada tatakelola berbasis risiko, yaitu:
- Risiko jatuh, orang yang lanjut usia lebih rentan terjatuh dibandingkan dengan orang dewasa muda.
- Risiko malnutrisi, lansia rentan mengalami kekurangan gizi, terutama jika ia sulit atau tidak mau makan yang bisa menyebabkan tubuh lemas dan kesadaran menurun.
- Risiko mistreatment, saat terapi ada berbagai obat yang harus dikonsumsi lansia padahal ginjal sudah tidak optimal dan berisiko meracuni tubuh.
- Tatakelola penelantaran lansia, penelantaran disini bisa dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja karena ketidaktahuan keluarga.
"Lansia mirip dengan pasien anak dan bukanlah orang dewasa yang tua. Untuk itu tidak bisa menyamaratakan setiap lansia, karena perawatannya sangat bersifat individual," ungkap dr Arya.
Meski demikian karakter orang tua yang sulit dipahami ini bisa dipersiapkan sejak seseorang masih remaja atau dewasa muda yaitu dengan melakukan komunikasi yang baik dengan keluarga dan sosial.
Dr Petrin dan dr Arya memberikan beberapa tips yang harus dipersiapkan untuk meningkatkan kualitas hidup orang tua atau lansia, yaitu:
- Melakukan olahraga atau aktivitas jasmani yang rutin, misalnya dengan senam bersama (untuk melatih koordinasi) atau berjalan-jalan.
- Program makan yang diatur, menyesuaikan komposisi makan dengan aktivitas dan kegiatan agar tidak berlebihan yang bisa memicu kegemukan (menjadi faktor risiko berbagai penyakit) dan juga tidak kekurangan.
- Melakukan pemeriksaan berkala sejak berusia 40 tahun, terutama jika memiliki faktor risiko penyakit tertentu dari keluarganya.
- Tetap melakukan aktivitas sosial, hal ini tidak hanya menguntungkan fisik tapi juga mental, seperti menimbulkan rasa gembira dan merangsang stimulus otak.
- Menyadari bahwa lansia adalah fase yang harus dihadapi, sehingga seseorang lebih bisa menerima perubahan hidupnya serta mendekatkan antara realitas yang ada dengan harapan yang dimiliki.
- Melakukan komunikasi inter generasi dan juga dengan tetangga atau sosial, ajaklah orang tua mengobrol dan mengenang masa lalu adalah hal yang sangat indah.