Selasa, 10 Mei 2011

WHO: Indonesia Terlalu Takut Naikkan Harga dan Pajak Rokok

img
Jakarta, Suburnya industri rokok di Indonesia salah satunya karena pemerintah membebankan harga dan pajak yang lebih rendah dibandingkan negara lain bagi industri rokok. WHO menilai Indonesia terlalu takut menaikkan pajak dan cukai rokok.

"Seharusnya pemerintah Indonesia berani menaikkan harga dan pajak rokok, serta memperketat regulasi yang ada tentang rokok, seperti Thailand, Selandia Baru, Australia atau Singapura," ungkap Dr Douglas Bettcher, Director of Tobacco Free Initiative WHO, dalam acara temu media tentang Framework Convention of Tobacco Control (FCTC) di Gedung Bina Mulia 1, Jakarta.

Menurut Dr Bettcher, Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Region Asia Tenggara yang belum meratifikasi (menandatangani dan mengesahkan) Framework Convention of Tobacco Control (FCTC).

FCTC adalah suatu traktat internasional berbasis data ilmiah yang menegaskan kembali hak semua orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. FCTC dibuat untuk menghadapi globalisasi epidemi tembakau.

Salah satu ketentuan yang terdapat dalam FCTC adalah pasal 6 mengenai upaya penanganan harga dan pajak untuk menguragi permintaan tembakau.

"Indonesia belum menjadi anggota FCTC dan Indonesia masih takut menaikkan beban harga dan pajak untuk industri rokok, itulah yang menyebabkan Indonesia dianggap sebagai Disney Land industri rokok," jelas Dr Bettcher yang juga tim editor dari jurnal ilmiah Bulletin of the World Health Organization.

Upaya peningkatan harga dan pajak tembakau adalah cara penting dan efektif untuk mengurangi konsumsi tembakau. Praktik terbaik menurut Dr Bettcher adalah penentuan pajak di atas 75 persen harga eceran.

Tingkat cukai di Indonesia adalah sekitar 53 persen untuk merek rokok paling laku, namun harga jualnya rendah sekitar Rp 10.000 untuk sebungkus berisi 20 batang rokok paling laku.

"Menaikkan harga dan pajak rokok justru akan menguntungkan Indonesia dari segi kesehatan dan juga ekonomi. Secara ekonomi penghasilan negara akan meningkat dan secara kesehatan konsumsi rokok rakyat Indonesia menurun," jelas Dr Bettcher.

Selain masalah harga dan pajak, Dr Bettcher menilai yang banyak menjadi masalah adalah nasib petani tembakau.

"Petani tembakau tidak akan kehilangan pekerjaan, karena bila dihitung penghasilan yang diperoleh oleh petani tembakau jauh lebih kecil dibandingkan dengan petani yang lain. Petani masih bisa beralih ke jenis pertanian lain selain tembakau," jelas Dr Bettcher.

Upaya peningkatan harga dan pajak rokok telah berhasil dilakukan oleh beberapa negara seperti Thailand, Selandia Baru, Australia dan Singapura. Negara-negara tersebut telah terbukti bisa menaikan standar kesehatan dan ekonomi dengan menaikkan harga dan pajak rokok.

"Jangan jadikan Indonesia sebagai Disney Land untuk industri rokok, tapi ciptakan utopia baru untuk Indonesia yang bebas rokok," tutup Dr Bettcher