Minggu, 04 Desember 2011

Perempuan yang Merokok Lebih Sulit Menahan Hasrat Kencing

img
foto: Thinkstock
Ontario, Kanada, Pada perempuan, rokok dapat memicu kerusakan kandung kemih. Perempuan yang merokok lebih sering mengalami beser atau sering buang air kencing, bahkan sulit menahannya terlalu lama dan bisa ngompol di celana saat tertawa terbahak-bahak.

Temuan ini didasarkan pada hasil kuesioner yang disebarkan pada 3.000 perempuan di Kanada, dalam sebuah penelitian yang dilakukan Dr Kari A.O. Tikkinen dari McMaster University. Dari jumlah tersebut, hanya 2.000 responden yang mengembalikan jawaban.

Berdasarkan pengakuan para responden, 7 persen perempuan yang merokok mengalami beser atau terlalu sering buang air kecil. Sebanyak 10 persen selalu merasa kebelet atau sulit menahan hasrat untuk kencing, bahkan 11 persen bisa ngompol di celana akibat stress incontinence.

Ngompol akibat stress incontinence dipicu oleh respons berlebih pada kandung kemih saat terjadi tekanan di sekitar kandung kemih. Tekanan itu salah satunya berasal dari otot perut, yang berkontraksi saat tertawa terbahak-bahak atau melakukan gerakan secara tiba-tiba misalnya meloncat.

Hasil analisis statistik menunjukkan, perempuan yang merokok 3 kali lebih berisiko untuk mengalami beser dibandingkan perempuan yang tidak merokok. Kriterianya adalah terlalu sering buang air kecil dalam sehari, dengan jeda masing-masing kurang dari 2 jam.

Selain itu, perempuan yang merokok juga 3 kali lebih beriskiko mengalmai masalah untuk menahan hasrat kencing. Tidak semua mengalami ngompol akibat stress incontinence, namun kebanyakan perempuan perokok harus sesegera mungkin pergi ke toilet saat merasa ingin kencing.

Memang belum bisa dipastikan bagaimana rokok bisa memicu gangguan pada kandung kemih, Namun Dr Tikkinen menduga, nikotin bisa memicu kontraksi dan aktivitas berlebih pada otot-otot di sekitar kandung kemih, sehingga lama-kelamaan bisa merusak saraf pengontrol hasrat untuk kencing.

"Jika Anda merokok, jelas Anda harus berusaha untuk berhenti. Meski baru dugaan, ini bisa menjadi 1 alasan lain lagi untuk berhenti merokok," ungkap Dr Tikkinen yang melaporkan hasil peneltiian itu di jurnal Obstetrics & Gynecology, seperti dikutip dari Reuters.