Minggu, 04 Desember 2011

Kenapa Bahaya Merokok Pada Wanita Lebih Besar dari Pria?

img
(Foto: thinkstock)
Baltimore, Jumlah perokok pria memang lebih banyak ketimbang wanita. Tetapi sekali ketagihan, wanita justru lebih sulit berhenti merokok. Bahaya kesehatan dari rokok juga lebih besar dirasakan wanita. Mengapa?

Studi membuktikan racun rokok lebih mungkin membunuh wanita daripada pria. Perokok wanita memiliki bahaya 25 persen lebih besar menderita penyakit jantung ketimbang perokok pria.

Dampak asap rokok yang lebih kuat juga menjelaskan mengapa wanita perokok dua kali lebih mungkin mengalami kanker paru-paru dari kebiasaan buruk mereka tersebut. Wanita juga lebih sering menderita bentuk yang lebih agresif dari penyakit akibat rokok.

Peneliti menjelaskan bahwa wanita dan pria memiliki perbedaan fisiologis. Berat badan yang lebih kecil dan pembuluh darah yang lebih sempit menjadi kunci besarnya bahaya rokok pada wanita.

"Wanita bisa mengekstrak kuantitas karsinogen dan racun lainnya lebih besar dari jumlah rokok yang sama rokok dibanding pria," jelas ilmuwan dari Minnesota dan Johns Hopkins University, seperti dilansir Mirror.com.

Temuan meta-analisis besar dari 86 studi internasional yang melibatkan 2,4 juta orang menambah bukti bahwa kesehatan wanita semakin memburuk karena dipengaruhi oleh rokok.

Rasio risiko wanita perokok dibandingkan yang tidak merokok untuk penyakit jantung koroner ditemukan menjadi 25 persen lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.

Ini meningkat sebesar 2 persen untuk setiap tahun, yang berarti semakin lama seorang wanita merokok, semakin tinggi risiko penyakit jantung berkembang, dibandingkan dengan pria yang telah merokok dengan jangka waktu yang sama.

Para ahli menyerukan pemerintah untuk mengambil tindakan lebih keras terhadap promosi tembakau menggunakan desainer dan kemasan rokok, di tengah tanda-tanda mengkhawatirkan bahwa wanita sedang ditargetkan oleh industri untuk meningkatkan penjualan rokok.

Hasil studi yang telah diterbitkan pada Online First oleh jurnal medis The Lancet, dilakukan oleh Dr Rachel Huxley dari University of Minnesota dan Dr Mark Woodward, Johns Hopkins University, Baltimore.