Rabu, 13 Maret 2013

Tak Ada Jaminan untuk Pangan Organik di Indonesia

img
Jakarta, Tren penggunaan produk pangan organik mulai dari sayur, beras, buah terus berkembang. Tapi siapa yang bisa menjamin produk tersebut benar-benar organik karena hingga kini belum ada badan khusus yang memberikan standarisasi produk organik.

"Konsumsi produk organik di Indonesia lebih ke arah life style (gaya hidup) bukan masalah keamanan pangannya. Tidak ada jaminan apakah organik atau bukan, karena memang tidak ada pihak yang melakukan standarisasinya," kata Direktur Pusat Penelitian Kimia Prof. (Ris) Dr. Leonardus Broto Sugeng Kardono.

Acuan yang dipakai di Indonesia, pangan organik adalah produk yang bebas pestisida lalu kemudian mendapat stempel SNI. Namun tidak ada kajian khusus apakah benar produk tersebut betul-betul bebas bahan kimia atau tidak dalam proses pengelolaannya hinga penjualan.

"Kalau di negara lain seperti Thailand saja ada badan yang melakukan kajian, bahkan India butuh 6 tahun sebelum memastikan produk tersebut benar-benar organik," kata alumnus Institut Teknologi Bandung yang mengambil S3 di Southern Illinois University.

Di Amerika misalnya, produsen organik harus mendapat sertifikat USDA Organic untuk menjamin produknya organik sungguhan. Di Jepang ada JAS, Australia terdapat Australian Certified Organic atau BIO di Jerman yang semuanya bernaung di bawah Organic Crop Improvement Association (OCIA).

Karena belum ada standarnya tersebut, Leonardus dan tim yang menemukan minyak goreng tanpa pemanasan (diolah dengan ragi tempe) tidak berani menyebut produknya sebagai pangan organik. Meskipun beberapa produsen yang sudah menggunakan aplikasi ini menamakan produknya dengan minyak goreng organik.

"Siapa yang berhak menentukan organik, kan belum ada. Jadi saya lebih suka menyebut minyak goreng itu dengan minyak goreng tanpa pemanasan," katanya.

International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) sendiri telah mengeluarkan beberapa standar untuk menyebut produk organik. Mulai dari lahan yang digunakan, cara budidaya pertaniannya, teknologi pendukung hingga pemasarannya.

Sementara di Indonesia pelaku industri organik masih berjalan sendiri dengan pemahaman organik yang berbeda. Terkadang dengan cukup memakai pupuk organik saja, produsen sudah mengklaim produknya organik.

Memang ada SNI yang dikeluarkan departemen pertanian tapi di lapangan belum bisa berjalan sesuai harapan. Istilah organik sendiri sebenarnya tidak menjamin bahwa produknya bebas sepenuhnya dari residu karena faktor polusi lingkungan pastinya ada. Meski begitu bisa dikurangi semaksimal mungkin melalui standar pengolahannya yang diterapkan.