Senin, 28 November 2011

Dinamika Arsitektur Art Deco





Dunia mengalami pembaruan setelah dihancurkan oleh Perang Dunia I. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, bidang arsitektur pun mulai berubah dan mencari gaya baru.

Awal abad ke-20 merupakan masa yang istimewa bagi masyarakat dunia Barat. Pada abad yang dikenal juga sebagai Abad Modern atau Abad Mesin ini, industrialisasi dan pembaruan merebak di berbagai aspek kehidupan. Terlebih lagi setelah Perang Dunia I usai, semangat untuk membangun “dunia baru” dari kehancuran yang diakibatkan oleh perang dilakukan secara intensif.

Bidang arsitektur pun tidak luput dari pembaruan. Para arsitek di berbagai negara Eropa mencoba memaknai abad ini dengan karya yang berbeda dari masa lalu. Ditunjang dengan kemajuan teknologi dan industri, mereka mengeksplorasi berbagai gaya baru dengan tidak lagi mengacu kepada bentuk yang berakar pada bentuk klasik Yunani–Romawi yang telah berabad-abad menjadi orientasi dalam berkreasi.

Awal Istilah Art Deco

Adalah Perancis, salah satu negara yang menggalang pembaharuan di bidang arsitektur dan seni. Gerakan pencarian gaya baru yang terpencar di berbagai negara Eropa, dihimpun dalam sebuah pameran berskala internasional. Di kota Paris diselenggarakanlah Exposition Internationale des Arts Decoratifs Industriels et Modernes atau International Exhibition of Industrial and Modern Decorative Arts selama 6 bulan. Pameran diikuti oleh beberapa negara Eropa dan menampilkan karya seni, dan arsitektur modern yang mencerminkan kemajuan industri.

Pada tahun-tahun berikutnya, ternyata pameran ini berpengaruh pada perkembangan dunia arsitektur, dan seni. Tidak saja di Eropa, tetapi juga di beberapa wilayah dunia lainnya, seperti Amerika, Australia, New Zealand, dan Asia termasuk di Indonesia ketika jaman pemerintahan Kolonial Belanda. Dari nama pameran di kota Paris pada tahun 1925 inilah, sejarahwan Bevis Hillier melahirkan istilah Art Deco di tahun 1968 dalam menggambarkan modern design pada awal abal 20 yang pengaruhnya “mendunia” itu. Sebelumnya, isitlah ini dikenal dengan sebutan Modernistic, Modern, atau Gaya Moderne.

Art Deco vs Art Nouveau

Untuk menunjuk pengaruh tunggal dalam Arsitektur Art Deco sungguhlah sulit. Banyak faktor yang mempengaruhinya sepanjang masa “hidup”-nya, antara Perang Dunia I (1914-18) dan Perang Dunia II (1939-1945). Beberapa pendapat terlontar terhadap dinamika arsitektur Art Deco ini.

Ada yang berpendapat Art Deco merupakan gaya yang eklektik. Gaya yang mencampurkan berbagai langgam dalam satu bangunan. Ada juga pendapat yang saling bertentangan, yaitu Art Deco merupakan kelanjutan dari Art Nouveau, dan hadir sebagai reaksi terhadap Art Nouveau. Art Nouveau adalah sebuah gaya yang mengabstraksikan bentuk tumbuhan dalam bentuk plastis dalam upaya melepaskan diri dari pengaruh bentuk klasik. Namun ada juga yang mengemukakan bahwa terdapat kesamaan antara Art Nouveau dan Art Deco, yaitu keduanya menganggap dekorasi merupakan bagian dari arsitektur.

Dari beberapa pendapat ini, terlihat hal yang menarik sebagai gambaran umum dari Art Deco, yaitu eklektik dan dekoratif, seperti tercermin pada Art Deco tahun 1920-an. Periode ini dikenal dengan sebutan periode decorated. Akan tetapi, pada tahun 1930-an Art Deco menampilkan ekspresi bentuk baru atau memasuki periode streamline. Namun hal ini bukan berarti pada tahun 1930-an seluruh Art Deco berbentuk streamline. Ekspresi bangunan seperti tahun 1920-an masih dapat ditemui.

Art Deco Tahun 1920-an

Art Deco tahun 1920-an ditandai dengan bentuk bergaris, bersudut tegas, zigzag, atau berundak. Sedangkan ornamen geometris yang menghiasi bangunan terinspirasi oleh mesin- mesin industri yang serba presisi dan ancient art dari beberapa kebudayaan, seperti kebudayaan Aztek, Maya, India, Afrika, dan Mesir. Kehadiran ancient art dalam Art Deco dipacu oleh semakin terbukanya komunikasi dan transportasi antarwilayah dunia. Antusiasme masyarakat dunia barat terhadap kebudayaan bangsa lain pun bertambah. Terlebih lagi pada tahun 1922, ditemukannya makam King Tutankhamen di Mesir oleh arkeolog Inggris, Howard Carter. Keindahaan bentuk, simbol, dan warnanya sungguh mempesona, seakan memberi ilham masyarakat dunia Barat dalam melepaskan diri dari pengaruh kebudayaan klasik. Sedangkan material yang digunakan dalam ekspresi Art Deco antara lain teracota atau bahan finishing yang mempunyai ekspresi mengkilap, seperti stainless steel, aluminium, kaca, dan chrome.

Contoh arsitektur Art Deco di tahun ini yang terkenal di dunia adalah Chrysler Building di kota New York. Bangunan ini memperlihatkan penggunaan bahan finishing yang berkesan mengkilap dan aplikasi ornamen non klasik pada eksterior.

Puncak bangunan ini berundak dan terbuat dari baja, mengabstraksi bentuk grill mobil. Pada sudut-sudut bangunan terdapat patung kepala burung elang. Sedangkan fasad Hotel Preanger di kota Bandung, Indonesia, merupakan contoh Art Deco yang menampilkan profil garis dan dekorasi, adaptasi craft dari ancient art.

Periode Streamline

Art Deco tahun 1930-an, memasuki periode bentuk streamline. Bentuk ini lahir sebagai akumulasi beberapa hal. Di antaranya adalah World Depression, Wall Street Crash di tahun 1929 yang berdampak pada efisiensi. Pada saat yang bersamaan, industri transportasi dengan bentuk aerodinamis semakin berkembang. Tampilan dekorasi Art Deco di periode ini menjadi relatif lebih sederhana. Bentuk bangunannya pun menjadi aerodinamis, streamline, dan ocean liner diilhami oleh bentuk alat transportasi pesawat udara, kapal laut, maupun mobil.

Beberapa contohnya adalah Hoover Factory dan Apartment Block di London. Kedua bangunan ini menampilkan sudut bangunan yang berbentuk lengkung dan dekorasi bangunan yang sederhana, berupa profil garis horizontal pada dinding eksterior bangunan.

Di Indonesia, tepatnya di Bandung, ekspresi aerodinamis Art Deco terlihat pada bangunan kolonial Belanda yang dulu dikenal dengan nama Denis Building, Hotel Savoy Homan, dan Villa Isola. Sedangkan contoh bangunan Art Deco yang dibangun tahun 1930-an, tetapi masih mempunyai tampilan dekoratif dan bergaris tegas adalah Dailiy Telegraph Building di kota Napier, New Zealand serta Rothmans building. Yang unik dari dekorasi bangunan ini yaitu terdapat paduan dekorasi Art Nouveau dengan Art Deco. Pada fasad bangunannya, dekorasi floralnya dapat dikatakan berakar pada Art Nouveau. Sedangkan simbol optimisme masyarakat Barat di Abad Modern yang dalam Art Deco dilambangkan dengan bentuk pancaran sinar matahari, terlukis pada garis-garis lurus yang mengelilingi bidang lengkung entrance.

Sedangkan Art Deco di wilayah tropis Miami Beach, Florida, wilayah yang dikembangakan menjadi tempat tujuan wisata baru di Amerika pada tahun 1930-an dikenal juga dengan istilah Tropical Art Deco. Warna-warna pastel pada bangunan menjadi salah satu keunikan dari Tropical Art Deco di Miami Beach, Florida.



Dinamika Art Deco terhenti ketika pecah Perang Dunia kedua. Hal ini bukan berarti jejak Art Deco menghilang dan dilupakan. Art Deco memberi pengaruh pada perkembangan gaya arsitektur pada periode berikutnya. Motif-motif dekoratifnya memberi inspirasi pada arsitektur Post Modern, yang mulai tumbuh sekitar tahun 1965-an. Sampai saat ini, berbagai peninggalan arsitektur Art Deco di berbagai belahan dunia pun masih terjaga. (Santi Widhiasih, Arsitek)