Dr Jason Mackey dari University of Cincinnati mengungkap hal itu setelah melakukan penelusuran data rekam medis di berbagai rumah sakit sepanjang tahun 2005. Rumah sakit yang menjadi lokasi pengambilan data antara lain berada di Ohio dan Kentucky.
Dari data yang terkumpul, Dr Mackey menemukan 1.852 kasus stroke iskhemik yakni stroke yang dipicu oleh penyumbatan aliran darah ke otak. Berbeda dengan stroke hemoraghi yang dipicu pecahnya pembuluh darah, jenis stroke ini lebih mudah diatasi dengan obat pelarut gumpalan darah.
Sayangnya dari sekian banyak kasus stroke iskhemik yang ditemukan, 273 atau sekitar 15 persen di antaranya terjadi ketika seseorang sedang tidur. Karena gejala awalnya tidak disadari, serangan stroke yang terjadi saat tidur umumnya terlambat mendapat penanganan.
Padahal obat-obat pelarut gumpalan darah seperti Tissue Plasminogen Activator (tPA) hanya efektif jika diberikan paling lambat 1,5 jam setelah gejala stroke muncul. Jika terlambat, maka harus cepat-cepat dilarikan ke rumah sakit karena butuh intervensi tenaga medis.
"Orang-orang yang kena stroke saat tidur tidak bisa mendapat obat. Ini masalah yang sangat serius," ungkap Dr Mackey dalam laporannya yang dipublikasikan di jurnal Neurology, seperti dikutip dari Reuters.
Agar tidak terlambat, Dr Mackey menyarankan agar orang-orang yang punya risiko atau bahkan riwayat stroke untuk mewaspadai gejala-gejala yang dirasakan saat bangun tidur. Jika bangun dalam kondisi susah bicara, susah berjalan atau lumpuh sebelah, segera hubungi ambulans.