Saat ini, jumlah penyandang low vision di seluruh dunia mencapai 245 juta orang. Angka tersebut lebih banyak daripada jumlah penyandang tuna netra yang jumlahnya 39 juta orang.
“Low vision adalah gangguan penglihatan dan lapang pandang menetap setelah melalui tindakan pengobatan dan atau operasi yang maksimal.” jelas dr Ine Renata Musa, SpM, dalam Seminar Sehari Rehabilitasi Penglihatan bagi Low Vision, Bandung.
Beberapa tindakan yang bisa diberikan kepada para penderita gangguan penglihatan tersebut, papar Ine, meliputi evaluasi dan rehabilitasi.
Evaluasi bertujuan untuk menentukan alat bantu yang dibutuhkan oleh para penderita. Alat bantu itu bisa berupa alat bantu optik seperti kaca pembesar dan teropong, bisa juga berupa alat bantu nonoptik seperti buku berhuruf besar, buku tulis bergaris tebal dan buku yang bersuara.
Sementara itu, rehabilitasi bagi penyandang low vision meliputi pelatihan orientasi, mobilitas, stimulasi dini dan pelatihan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. “Tindakan ini penting dilakukan, mengingat hal itu dapat memaksimalkan peran para penderita dalam kehidupan sosial kemasyarakatan walau dengan kemampuan mereka yang terbatas,” terang dokter spesialis mata dari RSM Cicendo Bandung itu.
Rehabilitasi bisa dilakukan dengan cara memberi warna kontras pada berbagai peralatan atau perkakas rumah tangga. Penggunaan piring berwarna hitam misalnya, kata Ine, akan memudahkan penderita mengenali nasi yang berwarna putih. Demikian juga halnya dengan meletakkan gula atau garam dalam wadah yang berwarna gelap.
Selain itu, memberi warna kontras pada bibir tangga juga akan membantu para penderita low vision. “Jadi mereka tidak hanya mengandalkan tongkat saja ketika menaiki tangga,” imbuhnya.
Rehabilitasi penglihatan, tutur Ine lagi, memang tidak akan mengembalikan penglihatan para penderita low vision ke keadaan normal. Namun dengan tindakan tersebut, mereka dapat memaksimalkan kemampuan penglihatan yang ada. Sehingga bisa lebih percaya diri, mandiri dan menjadikan hidup lebih bermakna.