Bermain bagi bayi dan balita berfungsi membentuk stimulus kecerdasan dan tumbuh kembang. Berdasarkan hasil studi terbaru, balita dan anak Indonesia lebih sedikit mendapat stimulus lewat permainan yang mendidik agar anak lebih kreatif dan cerdas.
Penelitian Prof Ali Khomsan, Guru besar Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor di sembilan provinsi di Indonesia menemukan kesadaran orangtua memberi stimulus berupa permainan masih sangat kurang.
Beberapa daerah di Jawa Timur misalnya Banyuwangi, Madiun, Blitar, Jember dan Pasuruan sebagian besar orangtua (95 persen) jarang memberi mainan pada anak mereka. "Hanya satu hingga 16 persen ibu yang memberikan mainan edukatif kepada anak mereka," ujarnya dalam Jumpa Pers Dancow, "Ayo Ke Posyandu" di Hotel Grand Hyatt Jakarta.
Sementara Psikolog dan Terapis Bermain Anak Dra Mayke S Tedjasaputra mengatakan, bermain merupakan salah satu alat ukur dari tiga tanda perkembangan anak, yakni Tumbuh, Aktif dan Tanggap (TAT). Selain gizi, bermain mempengaruhi tumbuh kembang anak. Bermain mengembangkan aspek motorik halus dan kasar anak. Permainan edukatif diantaranya mengenal warna, bentuk dan sebagainya.
"Bermain adalah hak anak yang sama pentingnya dengan pendidikan. Bermain akan melibatkan interaksi dan merangsang pola pikir anak serta melatih kecerdasan emosi mereka."
Berbagai permainan yang disesuaikan dengan usia terbagi menjadi tiga, yaitu mainan yang membentuk motorik kasar dan keberanian, motorik halus, dan kognitif anak. "Orangtua harus peka serta membangun interaksi dua arah selama bermain," Mayke mengungkapkan.