Selasa, 15 Maret 2011

Hubungan Tangan dan Kondisi Emosi

Hubungan Tangan dan Kondisi Emosi
"Penggunaan tangan bisa jadi penanda bagaimana pengaturan dalam otak."

Pijat Tangan (studiomassage.com)

Hampir 90 persen penduduk dunia adalah pengguna tangan kanan, artinya sebagian besar aktivitasnya dilakukan dengan menggunakan tangan kanan.

Sedangkan, 10 persen sisanya adalah pengguna tangan kiri dan pengguna tangan bergantian (ambidextrous), yang bisa menggunakan tangan kanan dan kiri secara bergantian dalam aktivitasnya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan tim Montclair State University, Amerika Serikat, pada pengguna tangan yang "tidak konsisten" ini, ternyata lebih mudah dipengaruhi orang lain secara emosional daripada pengguna tangan kanan dan pengguna tangan kiri.

Untuk melihat apakah kecenderungan penggunaan dominasi tangan dalam aktivitas juga terkait dengan kestabilan emosi, Ruth Propper dan tim peneliti dari Montclair State University, memainkan berbagai jenis musik klasik dan kemudian meminta subjek untuk berpikir hal yang bahagia, sedih, atau cemas.

Ruth Propper menemukan bahwa subjek yang masuk dalam kategori ambidextrous tidak hanya diketahui lebih cepat mengalami perasaan negatif ketika mereka masuk laboratorium percobaan, tetapi mereka secara konsisten lebih mudah dan cepat mengalami perubahan suasana perasaan. Di sisi lain, pengguna tangan kanan lebih kuat dalam hal mempertahankan emosi dan perasaan.

"Penggunaan tangan bisa jadi penanda bagaimana pengaturan dalam otak. Orang ambidextrous cenderung memiliki corpus callosum yang lebih besar. Yaitu area penghubung dari serat saraf yang menghubungkan belahan otak kanan dan otak kiri," kata Propper, seperti dikutip dari Times of India.

Menurut Propper, peningkatan komunikasi antara antara belahan otak dapat menjelaskan sugesti emosional yang lebih besar. Pada kasus ambidextrous, Propper percaya bahwa peningkatan akses ke bagian otak yang terlibat dalam perhatian pada hal yang tidak sesuai dengan suasana sebenarnya, dapat membuat seseorang jauh lebih bersedia untuk mengubah pikiran dan perasaannya. Penelitian ini dipresentasikan dalam pertemuan International Neuropsychological Society di Boston, Amerika Serikat, awal bulan ini.