Jarang Sarapan Justru Beresiko Obesitas
Keluarga Yoga -- sebut saja demikian -- punya kebiasaan yang manis. Mereka selalu menyempatkan diri untuk berkumpul makan bersama saat sarapan. Karena cuma ini saat saya bisa berkumpul dengan anak-anak. Hitung-hitung sekaligus mengawasi pola makan yang sehat untuk anak-anak, kata Didi, istri Yoga yang juga wanita karir yang sibuk. Didi rela bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan sehat, meski untuk itu ia pergi tidur lagi setelah anak-anak berangkat sekolah.
Berbeda dengan keluarga Yoga, keluarga Yogi justru sebaliknya. Saya tidak usah sarapan, tidak sempat, nanti malah kena macet, kata sang ayah. Sementara si anak sulung bilang, Nggak usah makan ah, temen-temen juga nggak ada yang makan kalau pagi.
Membandingkan dua keluarga ini, Dr. Inge Permadhi, MS, Sp.GK, spesialis gizi klinik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), menyayangkan kebiasaan yang dilakukan oleh keluarga Yogi. Sarapan bersama itu juga waktu yang tepat untuk mempererat hubungan keluarga, kata Inge.
Tapi keprihatinan Inge lebih dari sekadar semakin sempitnya waktu bagi para keluarga untuk berkumpul bersama. Melewatkan waktu sarapan bisa mempengaruhi konsentrasi dan penurunan tenaga saat beraktifitas di sekolah dan tempat kerja, kata Inge dalam diskusi media tentang pentingnya sarapan di Jakarta, kemarin.
Dampak lainnya juga membahayakan kesehatan, mulai dari munculnya rasa pusing, mengantuk, lemah, kurang konsentrasi, lama bereaksi, tinggi badan anak kurang ideal, bahkan obesitas. Karena ketika seseorang melewatkan waktu makan pagi, di waktu makan berikutnya nafsu makan jadi lebih tidak terkendali, kata Inge. Sarapan yang baik adalah yang mengandung 20-25 persen kebutuhan kalori perhari.
Tubuh kita membutuhkan energi untuk beraktifitas. Energi membutuhkan nutrisi yang lengkap jumlah, jenis dan jadwal yang tepat. Setelah beristirahat selama delapan jam di malam hari, glukosa atau glikogen dalam tubuh menurun drastis, lemak menurun sedikit dan protein lebih sedikit lagi.
Saat bangun pagi yang habis glukosa atau glikogen lebih besar. Maka zat ini yang sangat penting dipenuhi lebih dulu saat sarapan. Tapi kalau sedang diet menurunkan berat badan, tidak apa berolahraga sebelum sarapan karena yang digunakan adalah lemak nantinya,kata Inge.
Maka tak heran orang yang melakukan starvasi atau puasa tanpa henti seperti pada mereka yang mogok makan -- pertama akan membuat tubuh mereka lemas dan akhirnya untuk bicara dengan orang lain tidak connect, karena neurotransmiter di otak tidak maksimal bekerja, kata Inge.
Hasil penelitian Schusdziarra mengatakan makan banyak di pagi hari, akan membuat nafsu makan seharian akan lebih terkendali. Karena ternyata apa yang dimakan pagi hari akan menjadi contoh apa yang kemudian dimakan di sepanjang hari.
Keluarga Yoga -- sebut saja demikian -- punya kebiasaan yang manis. Mereka selalu menyempatkan diri untuk berkumpul makan bersama saat sarapan. Karena cuma ini saat saya bisa berkumpul dengan anak-anak. Hitung-hitung sekaligus mengawasi pola makan yang sehat untuk anak-anak, kata Didi, istri Yoga yang juga wanita karir yang sibuk. Didi rela bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan sehat, meski untuk itu ia pergi tidur lagi setelah anak-anak berangkat sekolah.
Berbeda dengan keluarga Yoga, keluarga Yogi justru sebaliknya. Saya tidak usah sarapan, tidak sempat, nanti malah kena macet, kata sang ayah. Sementara si anak sulung bilang, Nggak usah makan ah, temen-temen juga nggak ada yang makan kalau pagi.
Membandingkan dua keluarga ini, Dr. Inge Permadhi, MS, Sp.GK, spesialis gizi klinik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), menyayangkan kebiasaan yang dilakukan oleh keluarga Yogi. Sarapan bersama itu juga waktu yang tepat untuk mempererat hubungan keluarga, kata Inge.
Tapi keprihatinan Inge lebih dari sekadar semakin sempitnya waktu bagi para keluarga untuk berkumpul bersama. Melewatkan waktu sarapan bisa mempengaruhi konsentrasi dan penurunan tenaga saat beraktifitas di sekolah dan tempat kerja, kata Inge dalam diskusi media tentang pentingnya sarapan di Jakarta, kemarin.
Dampak lainnya juga membahayakan kesehatan, mulai dari munculnya rasa pusing, mengantuk, lemah, kurang konsentrasi, lama bereaksi, tinggi badan anak kurang ideal, bahkan obesitas. Karena ketika seseorang melewatkan waktu makan pagi, di waktu makan berikutnya nafsu makan jadi lebih tidak terkendali, kata Inge. Sarapan yang baik adalah yang mengandung 20-25 persen kebutuhan kalori perhari.
Tubuh kita membutuhkan energi untuk beraktifitas. Energi membutuhkan nutrisi yang lengkap jumlah, jenis dan jadwal yang tepat. Setelah beristirahat selama delapan jam di malam hari, glukosa atau glikogen dalam tubuh menurun drastis, lemak menurun sedikit dan protein lebih sedikit lagi.
Saat bangun pagi yang habis glukosa atau glikogen lebih besar. Maka zat ini yang sangat penting dipenuhi lebih dulu saat sarapan. Tapi kalau sedang diet menurunkan berat badan, tidak apa berolahraga sebelum sarapan karena yang digunakan adalah lemak nantinya,kata Inge.
Maka tak heran orang yang melakukan starvasi atau puasa tanpa henti seperti pada mereka yang mogok makan -- pertama akan membuat tubuh mereka lemas dan akhirnya untuk bicara dengan orang lain tidak connect, karena neurotransmiter di otak tidak maksimal bekerja, kata Inge.
Hasil penelitian Schusdziarra mengatakan makan banyak di pagi hari, akan membuat nafsu makan seharian akan lebih terkendali. Karena ternyata apa yang dimakan pagi hari akan menjadi contoh apa yang kemudian dimakan di sepanjang hari.